Wednesday, 2 September 2015

Menyapih Rafsanjani

Draft ini sudah kesimpen dari jaman kapan tau, baru ini sempet (ceileh gayanya) di-publish. Puzzle memori tentang Rafsanjani, sang Pangeran. :)


Sejak hamil Rafsanjani, saya bertekad untuk ngasih ASI Eksklusif, dan dilanjut sampe 2 tahun.  Awalnya banyak bingung dan ragu, tapi setelah dijalani, Alhamdulillah berhasil ngasih ASI eksklusif sampe 6 bulan meskipun harus kejar tayang stok ASIP. Selanjutnya, saya tetap menyusui Rafsanjani, dan berencana untuk menyapihnya nanti di usia 2 tahun.

30 April 2015, hari terakhir hajatan besar Direktorat Jenderal Pajak , tempat saya dan suami bekerja. Saya dapet keringanan untuk ga lembur, sementara suami baru bisa pulang jam 19.00. Seminggu belakangan rasanya lemes banget, padahal dikantor lagi sibuk2nya. Saya juga sudah telat haid 5 hari. Saya pikir, hormon memang belum stabil karena sebelumnya saya menggunakan KB suntik dan sudah setahun ga dapet haid. Baru dibulan Februari dan Maret, haid saya sudah mulai sebulan sekali. Pulangnya, saya mampir ke apotek untuk beli testpack, penasaran aja. Saya beli yang paling murah, dan saya pake langsung sore itu juga. Garis dua terang langsung muncul. Speechless. Bahagia. Saya merasa Alloh sayang sekali dengan kami.

Yang bikin saya agak deg2an adalah soal menyusui Rafsanjani. Masih kurang satu bulan lebih beberapa hari lagi sampe waktu seharusnya dia disapih. Setelah konsultasi dengan dokter kandungan, kami sepakat untuk mempercepat Rasanjani disapih, soalnya saya merasakan kontraksi dan sakit saat menyusui Rafsanjani.

2 Mei 2015. Setelah hari sebelumnya gagal ga ngasih mimik ke Rafsanjani, suami saya lebih 'tega' melarang Rafsanjani menyusu. oiya, fyi, Rafsanjani ga dikasih susu tambahan apapun sebelumnya, jadi waktu mau dikasih susu lain untuk ngalihin perhatiannya, dia ga mau :D. Malem pertama, saya dipisah tidur dengan Rafsanjani. Sama2 nangis kenceng. Masih pilu bayanginnya sampe sekarang (lebay). Alhamdulillah, Rafsanjani akhirnya mau bobok sambil digendong. Malem kedua, sudah lebih tenang dan santai. Fyi lagi, Rafsanjani masih nyusu kalo mau bobok sama saya aja, tapi kalo siang sama  pengasuhnya, sudah bisa bobok sendiri.

Total 3 hari Rafsanjani masih nyariin nen. Hari ke-4 dan seterusnya, Rafsanjani sudah anteng dan ga nanya2 lagi soal nen. Lagi2, Alloh membantu kami, memudahkan semua prosesnya. Saya percaya Alloh yang melembutkan hati Rafsanjani, seperti doa2 yang selalu saya panjatkan dalam proses penyapihan ini.


Sekarang Rafsanjani umurnya 2 tahun 2 bulan 22 hari. Kami sudah memanggilnya kakak. Kehamilan saya sudah sampai di 24 minggu. Awalnya saya takut, Rafsanjani jadi ga lengket lagi sama saya sejak ga dikasih ASI. Alhamdulillah kekhawatiran saya sama sekali ga terbukti. Rafsanjani semakin nurut dan deket dengan saya. Begitu ada saya, Rafsanjani sudah ga mau lagi main sama pengasuhnya ataupun yang lain :).

Oiya, sejak disapih, Rafsanjani semakin gendut karena makannya banyak (sampe sekarang masih No Susu), dan boboknya juga nyenyak, ga kebangun2 kalo malem.
 
Sejujurnya, saya merasa bersalah karena ketidakmampuan saya memberikan ASI sampe 2 tahun seperti perintah Alloh (Al-Baqarah ayat 233). Tapi saya percaya, Rafsanjani dan Alloh mengerti keterbatasan saya.

Buat saya, menyusui adalah kewajiban. Menyusui adalah kodrat yang sudah Alloh tetapkan pada setiap ibu. Semoga Alloh memudahkan saya dalam menyusui adik2 Rafsanjani kelak :).

Wednesday, 22 April 2015

Ulang tahun

Alhamdulillah, dari pagi, saya dihujani dengan doa2 indah.
Tengah malem diberi ucapan oleh suami. Nganter rafsanjani, disuguhi kue ulang tahun plus kado dari mama-bapak-icha. Nyampe kantor, bertubi2 dapet ucapan dan doa, mulai dari Pak Kepala Kantor, lalu bapak-ibu, temen2, sampe adek2 yg lagi OJT. Belum lagi yang ngucapin dan doain via socmed.

Ah...pokoknya Alhamdulillah..Allohuakbar.

kue ultah ala rumah mama

Terima kasih Alloh untuk semuanya : kebahagiaan, terkadang kesulitan dan ujian, doa yang dikabulkan, rejeki yang tak pernah putus, kekuatan yang tak terduga, pokoknya semuanya deh. :)

birthday puding dari temen2 kantor
Walau saya masih sering lalai, masih sering lupa, masih banyak dosa, dan masih banyak jeleknya, tapi pintu rahmat dan maafMu pasti lebih luas.

Terima kasih Alloh untuk malam2 yg (hampir) selalu saya habiskan bersama suami dan anak.
Terima kasih Alloh untuk semua fasilitas yg membuat kami tak perlu kehujanan dan kepanasan.
Terima kasih Alloh untuk senyum Rafsanjani setiap pagi.
Terima kasih Alloh untuk lingkungan pekerjaan yang baik.
Terima kasih Alloh untuk keluarga yang selalu ada, mendukung dan membantu.
Terima kasih Alloh untuk 27 tahun kehidupan ini.
Dan terima kasih Alloh untuk kesempatan hidup lebih lama lagi, insyaAlloh. :)


Dari semua doa2 indah yang dipanjatkan teman dan keluarga, yang paling semangat saya amin-kan adalah doa 'semoga segera hamil lagi'. InsyaAlloh :)

Wednesday, 8 April 2015

Belajar dari Untari-Anton

Belajar bisa dari mana saja lewat siapa saja. Kali ini saya mau cerita tentang 2 anak SMA yang baru selesai menjalani Pendidikan Sistem Ganda (PSG), PKL kalo jaman dulu namanya.

Untari dan Anton,nama 2 anak itu. Mereka dari sekolah swasta di pinggiran kota kami. Awal2 mereka dateng dan disuruh bantuin kerjaan, mereka harus disupervisi secara total, kalo ga mau ada yg salah. Dijelasin berkali2, dikasih catetan, dan begitu selesai harus diperiksa lg. Malah lebih capek daripada ngerjain semuanya sendiri.

Tapi semakin lama,mereka semakin menyenangkan. Dengan daya tangkap yang terbatas, mereka ga malu nanya berkali2. Sampe sekitar sebulan setelah mereka pertama kali dateng, saya kaget waktu beberapa rekan kerja nanyain mereka ke saya. Ternyata mereka populer di kantor ini :D.

Saya baru tau, kalo mereka menyapa semua orang yg mereka temui. Pegawai, anak2 OJT, cleaning service, sampe satpam. Walaupun respon orang ga selalu baik,berulang kali pula mereka tetap dengan ramah akan menyapa setiap orang.

Saya belajar banyak dari 2 anak remaja ini :

Ceria. Dalam keadaan apapun, mereka akan tetap semangat dan lincah  datang kekantor. Tak ada sedikitpun terlihat rasa jenuh, lelah, apalagi marah.

Ramah. Memanggil setiap orang yang ditemui dengan nama yang sudah mereka hapalkan, tersenyum setiap berpapasan walopun dicuekin.

Giat. Diminta tolong apapun pasti mereka kerjain,walopun sudah sore atau siang waktu istirahat.

Banyak lagi deh. Pokoknya, kehadiran mereka berkesan buat saya.

Oiya, sudah seminggu ini PSGnya selesai. Saya jadi nganter surat sendiri, bukain amplop sendiri, nulis sendiri, pokoknya semua sendiri.��

Take care ya, adek2. ��

Friday, 6 February 2015

Catatan Perjalanan - Mudik #3_Tanjung Kurung

Memandang alam dari atas bukit,
Sejauh pandang kulepaskan
Sungai nampak berliku
sawah hijau terbentang
Bagai permadani di kaki langit
Gunung menjulang,
berpayung awan,
Oh.. indah pemandangan

(Memandang Alam)


Dusun suami saya bernama Tanjung Kurung. Untuk ukuran saya yang tinggal di kota yang serba ada dan serba mudah, dusun suami saya bisa dikategorikan terpencil. Dusun ini cuma berisi kurang lebih 1000 warga, dengan mayoritas bekerja sebagai petani. Bahkan, guru SD disana pun, masih bertani sepulang ngajar di sekolah. Bahasa yang digunakan di dusun adalah bahasa daya, bahasa yang jauh beda dengan bahasa Palembang apalagi bahasa Indonesia. Waktu pertama kali kenalan dengan keluarga suami, saya kaget karena ga ngerti sama sekali bahasanya. Sekarang sudah 2 tahun menikah, sudah ngertilah dikit2. Hehe.

jalan menuju kebun tempat mertua biasa bertani
Sesuai namanya, dusun ini terkurung oleh perbukitan dan sungai. Untuk bisa mencapai rumah mertua, kami harus menyeberangi jembatan gantung, mobil ditinggal di seberang. Jangan ditanya sinyal, segaris pun tak ada. Kalo mau nelpon, harus jalan keluar dusun, ke tempat yang agak tinggi. Tak ada pasar, warung makan apalagi, hanya ada warung keperluan sehari2 dengan jenis barang yang tak banyak.

jembatan gantung (tampak belakang)
jembatan gantung (tampak depan)



















 
Suami saya sering bercerita tentang masa kecilnya (lulus SD, beliau sudah merantau ke Palembang sampe sekarang), yang menurut saya mirip2 sama cerita Laskar Pelangi. Dulu saya pikir, sekolah kayak Laskar Pelangi itu cuma ada di film (meskipun diambil dari kisah nyata), tapi setelah denger cerita suami, saya percaya memang ada yg begitu.

Dusun yang cuma punya satu SD, dimana gurunya bergantian mengajar. Kelasnya pun bergantian karena keterbatasan lokal dan guru. Suami suka nunggu diluar kelas memperhatikan kakak kelasnya belajar, kemudian dia akan ikut menjawab pertanyaan2 gurunya padahal kakak2 kelasnya ga bisa jawab. Ada guru dari 'kota' yang pintar dan memang mendidik, kreatif mengajarkan keterampilan tangan atau mengajak membaca buku cerita. Ada juga guru yang masih 'kampungan', memperlakukan anak muridnya sesuai hubungan kekerabatan si guru dan orang tuanya. Temen sekelas yang hanya hitungan jari-satu-tangan yang melanjutkan sekolah ke SMP, sisanya?? ada yang ikut bertani, ada yang tinggal dirumah jagain adek2nya, dan ada yang menikah :). 

SD Negeri Tanjung Kurung
Pulang sekolah, suami dan teman2nya akan bermain di hutan atau mandi di sungai, sembari menunggu para orang tua yang belum kembali dari kebun. Malamnya, orang2 akan berkumpul di rumah Kepala Desa untuk menonton TV karena itulah satu2nya TV di dusun tersebut. Biasanya akan ada keributan kecil karena Bapak2 yang mau nonton berita rebutan dengan anak2 yang mau nonton film pendekar atau film anak2. Trus, kemana2 kalo malem harus bawa senter karena ga ada penerangan di sepanjang jalan di dusun (yang ini masih sampe sekarang).

Hari Jumat, semua kegiatan di pagi hari akan berkurang dari hari biasanya. Mobil angkutan yang ke kota setiap hari, akan libur di hari Jumat. Kenapa? Karena ada solat Jumat. Mereka khawatir akan terburu2 atau malah ga sempet ikut solat Jumat di dusun kalo tetap berangkat ke kota.

Bertamu ke tetangga pun ada aturannya. Kalo tamu laki2, masuk melalui pintu depan. Tetapi kalo tamu perempuan, masuk dari pintu belakang. Tamu laki2 yang masuk lewat pintu belakang akan dianggap genit, dan tamu perempuan yang masuk lewat pintu depan dianggap lancang. Oiya satu lagi, ada kebiasaan bertamu ke rumah orang yang anggota keluarganya baru datang dari kota, seperti kami. Waktu pertama kali kesana, rumah mertua saya rame didatengin tamu yang mau ketemu saya, bahkan sampe malem banget :').

Ada kebiasaan disana yang bikin kagum : kekeluargaan dan kepedulian yang masih begitu kental. Ceritanya, beberapa bulan setelah kami menikah, ada salah satu warga dusun yang dirujuk ke rumah sakit di Palembang karena penyakit kanker. Menurut cerita suami saya, keputusan mengirim beliau ke Palembang adalah hasil musyawarah seluruh warga dusun. Semua biaya ditanggung bersama, termasuk orang2 yang menemani ke Palembang pun dipilih oleh warga dusun.

Disana ga ada polisi, ga ada hakim atau jaksa, semua masalah diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, kemudian setiap orang akan patuh terhadap apapun keputusan yang diambil. :)


Masih banyak cerita tentang dusun ini, insyaAlloh dilanjut di lain hari. ^^



semacam tugu di alun-alun :)

di kebon kami, investasi untuk Rafs kuliah ^^

main di sungai (kecil)

 _(masih) bersambung_


Thursday, 5 February 2015

Catatan Perjalanan - Mudik #2_On The Way


Okedeh. Kita lanjut yookk nulisnya. Bagian kedua ini nyambung cerita soal perjalanan dari Palembang ke Tanjung Kurung, kampung halaman suami.


Dari Indralaya, perjalanan kami teruskan ke Prabumulih, lalu Baturaja. Alhamdulillah ga ada halangan, jalanan mulus, Rafsanjani yang sebelum2nya dikhawatirkan ga betah ternyata adem-ayem-manis-pinter :*. Nyampe di Baturaja jam 12.30, kami langsung cari tempat makan, sekaligus muterin kotanya untuk nyari jalan menuju Muara Dua (ibukota OKU Selatan). Setelah makan, kami lanjut lagi perjalanan kurang lebih 90 menit menuju Muara Dua.

Jam 14.30, nyampe juga di rumah kakak ipar di Muara Dua. Kamipun solat, ngobrol2 sama ayuk ipar sambil nyemil mangga yang maniiisss banget. Segerrrr!!! Rafsanjani asyik main bareng sepupu2nya, mungkin dalem pikirannya dia lega banget bisa bebas main lagi. Kami menunggu kakak ipar yang lagi dalam perjalanan pulang kerumah. Begitu sampe rumah, kakak ipar langsung nyiapin genset buat dibawa ke dusun, karena listrik bakal sering banget mati, kata beliau.

Akhirnya jam 16.30 kami mulai jalan ke dusun. Ketar-ketir juga karena menurut perkiraan, jalanan berkelok dan jelek banget. Alhamdulillaah, ternyata jalan sudah diperbaiki, jadi baguuusss banget. Perjalanan yang dulu kami tempuh 2 jam lebih, kali ini bisa dicapai dalam 90 menit :). Ga lupa, sekitar 5 KM dari dusun yang merupakan checkpoint alias tempat terluar dari jangkauan sinyal telepon, saya nelpon mama, mengabarkan bahwa kami sudah akan sampai di dusun.

Begitu memasuki dusun, keponakan kami yang rumahnya paling deket dengan jalan masuk dusun langsung teriak2 dan manggil bapak-ibu mertua, kakak-ayuk ipar, serta keponakan2 saya. Penyambutan kami berlangsung rame dan heboh. Ga sempet poto2 karena ujan dan riweh gendong bujang ganteng. :D



pendekar ganteng

Tuesday, 3 February 2015

City Tour

Jumat sore minggu lalu, kami (lumayan) kaget dengan pemanggilan suami untuk ikut Diklat Fungsional Pemeriksa. Kaget karena biasanya peserta diklat ini adalah pegawai yang memang mengajukan diri untuk ikut, dan suami sama sekali ga pernah daftar. Sebenernya kami seneng2 aja sih, soalnya kalo diklat itu kan bisa untuk refreshing, apalagi ikut diklat ini insyaAlloh ilmunya banyak, dan suami memang seneng dengan ilmu2 baru. Cuma deg2an aja kalo memang nanti diangkat jadi pejabat fungsional pemeriksa yang mutasinya seluruh Indonesia (semoga muter2 di Palembang aja, amiin..).

Nah..yang bikin agak bete adalah pesertanya HARUS nginep selama 2 minggu, karena ada senam sama apel pagi ba'da solat subuh. Peserta baru bisa pulang di hari Sabtu-Minggu. Buat saya yang hampir ga pernah pisah lama (maksimal 3 hari) sama suami, ini tuh berat banget *lebay. 

Time goes...suami jadi ikut diklat, dan sayapun galau : sering mewek dan sedih dalam diam (minta ditoyor nih.. :D). Pokoknya ya gitudeh. Suami sibuk belajar, saya dan Rafsanjani beraktivitas seperti biasa.


Hari Kamis sebelum jadwal pulang, suami ngasih tau kalo hari Sabtu nanti temen2 diklat beliau dari luar kota minta diajak jalan2 keliling Palembang. Sebagai tuan rumah, suami saya ikutan jadi tim guide untuk city tour-nya. Saya makin sedih, rasanya gimanaaa gitu, udah seminggu ga ketemu, eh malah Sabtu mau pergi lagi. Pengaruh hormon kali yaa..beberapa kali rasanya pengen nangis trus lesu2 gitu (nyalahin hormon mulu :p).


Tapiiiiiii.... Jumatnya suami pulang, dan beliau ngajak kami ikutan jalan2 karena temen2 beliau yang dari Palembang juga bawa keluarga. Iyeeeeyyyy.. Tanpa babibu, saya langsung setuju. :)

This is it!!

Kami berangkat dari rumah jam 11.30, lumayan kesiangan karena Rafsanjani tidur dan baru bangun jam 11.00. Suami janjian dengan temen2 di Balai Diklat Keuangan (BDK) jam 1 siang, dan kami masih harus beli kado sama makan siang. Karena mepet, kami cari makan di jalur ke BDK, dan pilihan jatuh ke Kopitiam Rajawali. Setelah makan siang, kami langsung cuss ke BDK, nyampe disana jam 1 kurang dikit. Solat zuhur, briefing, dan jam 14.00 mulai jalan. Total 4 mobil dari BDK, 2 mobil nyusul ke lokasi pertama.

santai dulu di kamar asrama ayah


Tujuan pertama adalah Pulau Kemaro. Check pointnya adalah Benteng Kuto Besak. Disana kami sempet jajan dulu di KFC, soalnya Rafsanjani ngeliat salah satu temen suami lagi makan es krim, trus teriak2 "mamaam..mamaam".  Hehe. Setelah nego tarif, kami akhirnya naik ke kapal. Kapalnya lumayan besar untuk total yg ikut sekitar 30 orang. Tadinya mau naik getek, tapi karena ga muat, jadinya nyari kapal yang agak besar. Rafsanjani seneng banget liat air dimana2 :p. Anginnya lumayan kenceng, tapi masih bersahabat.





seneng banget ngeliatin air


Begitu nyampe ke Pulau Kemaro, kami mulai keliling sambil foto2. Pulau Kemaro ini adalah pulau yang didesain ala China. Disana ada semacam prasasti yang berisi ringkasan sejarah pulau tersebut. Disana juga ada makam dan tempat sembahyang yang biasa digunakan saat Imlek. Selain itu, ada juga pagoda dan patung2 khas Tionghoa. Kalo anak2 lain tertarik ngeliatin bangunan sama patung, Rafsanjani sibuk ngeliatin ayam, kambing, dan anjing liar yang memang banyak disana :D. He is so lincaaahhh. Ayah-ibunya sibuk ngikutin kemanapun dia jalan. Setelah capek keliling ditambah udara yang lumayan panas, rombongan memutuskan istirahat dulu buat minum dogan di pinggir sungai. Alhamdulillah nikmat \(^^)/.




rafs bilang : anjing ada bolanya


Selanjutnya rombongan pulang ke dermaga BKB. Rafsanjani masih semangat main di kapal, padahal anak2 lain sudah pada tidur kelelahan dan keenakan kena angin sungai.

selfie dengan latar Ampera


















Nyampe di dermaga, kami langsung ke Masjid Agung buat solat Ashar. Sempet leyeh2 sebentar, lanjut lagi perjalanan ke Gelora Sriwijaya Jakabaring. GSJ ini adalah kompleks venue olahraga yang dibangun pada saat SEA GAMES tahun 2011. Yang masih sering banget dipake adalah lapangan sepakbola berstandar internasional, yang mewah dan bagusnya ga kalah sama Gelora Bung Karno. Disini cuma sempet foto2 di gerbang depan, sama keliling sedikit, soalnya sudah mau maghrib.

orang lain foto, malah sibuk main sepeda

Perjalanan lanjut ke Masjid Laksamana Cheng Ho untuk solat Maghrib. Di jalan menuju masjid ini, Rafsanjani akhirnya nyerah. Bobok juga deh :). Ga sempet foto2 karena nyambi gendongin Rafsanjani yang bobok, padahal ini kali pertama saya kesana. Arsitekturnya China banget, dengan paduan warna merah, hijau, kuning. Sangat mencolok untuk ukuran masjid.


Abis solat, perjalanan dilanjut lagi ke Taman Pelangi. Taman ini termasuk baru di kalangan masyarakat Palembang. Isinya adalah lentera dengan bentuk beragam, ada hewan, tumbuhan, kartun, tokoh, dan masih banyak lagi. Di taman ini juga banyak permainan anak yang ga kalah menarik : bombom car, sepeda listrik, matras lompat2, dll. 

tiket permainan

Begitu nyampe disini, kami langsung nyari makan karena memang sudah laper banget. Ga ada pilihan sih, makanan 'berat' yang ada cuma mie tektek dan nasi goreng, tapi lumayan enak dan murah. Abis makan, eh..Rafsanjani bangun. Suami semangat banget ngajak Rafsanjani main. Mulai dari bombom car sampe sepeda listrik, berkali2. Rafsanjani juga happy banget, teriak2 sambil ketawa2. Waktu pertama kali kesini awal bulan lalu, kondisi Rafsanjani kurang fit (yaelaahh..) karena kurang tidur, jadi ga banyak maennya. Kali ini Rafsanjani (& ayah-ibunya) puas maen disana.



Jam 21.00 kami pulang kerumah, (alhamdulillah) ga nganter temen2 lagi ke BDK karena dianter oleh temen lain yang ga bawa anak kecil. Jam 21.30 kami nyampe rumah, mandi, solat Isya, dan siap2 tidur. Eh..Rafsanjani yang udah seger abis bobok malah ngajak main :).

Hari yang melelahkan tapi bahagia, ngabisin quality time ber-3 sebelum Senin pisah (sementara) lagi dengan suami.  

Ini bukan tentang 'kemana', tapi tentang 'dengan siapa' ^^.








happy sekali.. :*


Wednesday, 14 January 2015

Catatan Perjalanan - Mudik #1_Pendahuluan


Dulu jaman kuliah, saya ga pernah ngerasain euforia mudik massal pas libur menjelang hari raya, karena libur di kampus selalu jauh lebih awal dan selesai lebih akhir dari biasanya. Ga ngerasain deh yang namanya keabisan tiket atau macet di jalanan. Kerja pun (alhamdulillah) penempatan di kota yang sama dengan orang tua, jadi  ga pernah juga pake cuti atau long weekend buat mudik ke rumah.

Time goes...
Saya menikah. Mertua saya ga berdomisili di kota Palembang, jadi kami punya kesempatan untuk ngerasain 'mudik'. Sejak menikah bulan September 2012 lalu, ini baru kali kedua saya berkunjung ke rumah mertua. Perjalanan yang harus ditempuh selama kurang lebih 10 jam menggunakan transportasi darat, menciptakan keterbatasan saya untuk kesana. Kondisi hamil jelas ga memungkinkan buat saya menempuh perjalanan jauh dengan kondisi jalan yang jelek banget. Setelah punya anak, saya dan suami harus memikirkan kenyamanan dan kesehatan Rafsanjani untuk dibawa sejauh itu. Alhamdulillah, keluarga suami mengerti. Mertua dan kakak-ayuk iparlah yang bergantian menjenguk kami disini.

Kali pertama kami mudik, umur Rafs 4 bulan. Waktu itu kami berencana merayakan Idul Adha disana sekaligus syukuran kelahiran Rafs. Kami mudik mengajak kedua orang tua dan adek saya, jadi banyak yang bantuin ngurus dan jaga Rafs selama di jalan dan di rumah mertua. Untuk mudik kali ini, kami pergi berlima : saya, suami, Rafs, pengasuh Rafs (yang memang 1 dusun dengan suami), dan keponakan (yang sekolah di Palembang). Lebih berasa deg2annya karena harus bisa mengurus semuanya tanpa bantuan mama.

Sebenernya, rencana mudik ini sudah ada sejak Idul Fitri. Karena satu dan lain hal, akhirnya mudik kami tunda dan baru terlaksana di akhir Desember ini.

Dusun suami saya namanya Tanjung Kurung. Sesuai namanya, secara geografis, dusun ini 'terkurung' oleh perbukitan dan sungai. Karena berada di 'jalan buntu', kondisi dusun menjadi statis, tidak berkembang. Kalo sudah masuk ke gerbang dusun, kita seperti terpisah dari dunia luar. Sinyal HP ga ada sama sekali, televisi bisa ditonton hanya jika menggunakan parabola (itupun saluran tertentu saja), dan listrik yang lebih sering padamnya. Kalo suami lagi mudik sendirian, 3 hari disana, 3 hari pula saya ga bisa berkomunikasi dengan beliau. :)

Karena itu, saya pun melakukan banyak persiapan, terutama yang berhubungan dengan semua keperluan Rafs. Mulai dari diapers, mainan, cemilan, lauk, bahkan kelambu, semua dibawa dari Palembang. Bawaan kami segambreng untuk mudik yang hanya 4 hari, dimana 2 harinya dipake untuk perjalanan. Tak apalah, toh bawa mobil sendiri juga.

Hari yang dinanti, 25 Desember 2014, kami berangkat pukul 05.20, terlambat 20 menit dari rencana semula. Saya sudah packing dari 2 hari sebelumnya supaya malem sebelum berangkat, semua barang sudah bisa masuk ke dalam mobil. Belajar dari pengalaman mudik pertama, dimana malemnya kami begadang untuk packing, dan baru dimasukkan ke dalam mobil pada pagi harinya, ternyata lebih melelahkan dan membuang waktu. Apalagi kali ini suami akan nyetir sendirian, ga ada pengganti, jadi fisik harus dalam kondisi prima (yaelaahh..).

Perjalanan berjalan lancar pada awalnya. Setelah kira2 setengah jam, mulai keliatan penumpukan kendaraan. Oh noooo.. jalan Palembang-Indralaya macet, yang katanya bisa stuck berjam-jam ga jalan sama sekali. Cobaan deh, padahal baru juga jalan dikit. Saya menghibur suami dengan bilang, "gapapa, nikmatin aja, kan jarang-jarang mudiknya". Walopun dalam hati ketar-ketir juga secara bawa anak kecil dan suami ga bisa gantian nyetir, khawatir kelelahan sebelum nyampe ke dusun. Ditengah kemacetan, tiba2 ada sekelompok pemuda lokal yang menawarkan kami untuk masuk ke pemukiman warga. Suami masih ragu, soalnya sepengetahuan beliau menjelajah Kabupaten Ogan Ilir (wilayah kerja beliau sebelumnya), jalur Palembang-Indralaya cuma satu itu. Apalagi waktu ditanya nembusnya kemana, si pengarah jalan keliatan bingung. Tapi saya positive thinking aja dengan ngeliat banyaknya mobil yang masuk ke jalan itu, minimal kesasarnya ga sendirian. Akhirnya, kamipun konvoi dengan kendaraan lain masuk ke jalan tersebut.


pemandangan di jalan 'pintas' Palembang-Indralaya, diambil dari mobil

Baru jalan 10 menitan, suami yang masih ragu kemudian melambaikan tangan untuk nyetop mobil dari arah berlawanan. Setelah bersisian, suami langsung nanya ke pengemudi mobil itu dijawab dengan  "Palem Raya", sebuah nama perumahan yang sudah familiar buat suami. Kamipun mantap melanjutkan perjalanan melalui jalan itu. Hampir 2 jam kami melewati jalan kecil di tengah sawah dan pemukiman, harus berhenti setiap berpapasan dengan mobil lain karena jalannya ga muat, sampai akhirnya keliatan juga si jalan besar di Indralaya. Alhamdulillah. Kami langsung mampir ke SPBU untuk istirahat. Waktu ngantri masuk ke kamar mandi, saya nguping ibu2 yang lagi cerita soal macetnya jalan, dan ada satu ibu yang sudah berangkat dari jam 03.00 subuh, baru nyampe Indralaya jam 08.00 melalui jalur normal, bukan yang dialihkan seperti kami. Alhamdulillah, berarti ga salah ngambil keputusan tadi. :)



bobok aja kerjaannya nii.. :*




..to be continued..

Thursday, 8 January 2015

Rafsanjani versus HP

Rafsanjani ga pernah dikenalin dengan gadget secara sengaja, misal untuk diemin atau mengalihkan perhatiannya. Sampe umurnya setahun lebih beberapa bulan, Rafsanjani ga pernah tertarik dengan HP, kecuali untuk dipukul, diketok, atau dilemparnya. Mama saya yang suka ga tega kalo liat Rafsanjani sibuk ngeliatin anak lain maen HP, "kasih donk HP ke adek, kasian dia liat anak lain kayak kepengen bener". Tapi tetep ga saya kasih. Kadang kalo liat kami pegang HP, Rafsanjani suka pengen ikutan pegang. Biasanya, kami tunjukin foto dan video dia sendiri yang sering kami ambil dan Rafsanjani suka banget.

Beberapa minggu lalu, saya dan suami berinisiatif untuk ngeliatin video hewan2 via youtube ke Rafsanjani. Seneng banget dia, ketawa2 dan jadi pinter niruin suara2 hewan. Tapiiii...ehhh dia ketagihan!! Setiap liat saya atau ayahnya, pasti minta nonton video. Sama ayahnya, akhirnya si video didownload dan disimpen di HP kami, supaya lebih mudah dan hemat nontonnya. Waktu kami mudik ke rumah mertua, saya cukup terbantu dengan video2 tersebut karena Rafsanjani bisa duduk manis dipangkuan saya.

Kemudian beberapa hari lalu, saya ngerasa Rafsanjani jadi lebih rewel dan labil emosinya kalo sudah menyangkut HP. Kalo dilarang atau telat dikit buka file, Rafsanjani bakal ngamuk, trus moodnya jadi jelek. Akhirnya jadi gampang ngambek pas main. Saya mulai berpikir, ada yang salah dengan pola asuh kami. Dan kali ini saya langsung menyalahkan si HP yang memang belakangan ini akrab banget sama Rafsanjani.

Akhirnya saya bilang ke suami untuk sama2 menjauhkan Rafsanjani dari HP. Cara yang paliiiing pertama adalah menjauhkan diri kami dari HP, karena ga mungkin melarang Rafsanjani kalo kami sendiri masih suka main HP didepan dia.


Ternyata sulit looo... 3 hari pertama, Rafsanjani hampir tiap jam merengek minta HP, dan kami sibuk ngalihin perhatiannya dengan mainan lain. Alhamdulillah hari ini sudah hari ke-5, dan dua hari terakhir ga sekalipun Rafsanjani minta HP ke kami.

Kamipun sekarang hampir ga pernah lagi megang HP selama di rumah :).



Bener banget kata orang, anak itu kayak kertas putih, mudah sekali untuk ditulisin. Anak kecil yang lagi dalam golden period itu mesin fotokopi, semua hal ditiru sampe ke detil2nya. Kami harus lebih sering belajar. Belajar untuk jadi lebih baik dan belajar menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal buruk.



dijeeehh..



Maafkan ibu dan ayah, dear Rafsanjani. :*